Hitungan Riil Pilgub Jabar Tersendat
Kistyarini | Rabu, 27 Februari 2013 | 08:24 WIB
Petugas mengecek kelengkapan logistik untuk
Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013 di Ruang Penyimpanan Logistik Panitia
Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Tamansari di Kantor Kelurahan
Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Jumat (22/2/2013).
Seluruh logistik yang akan digunakan di TPS untuk pelaksanaan Pilgub
Jabar 2013 yang akan berlangsung pada 24 Februari 2013 akan disebar
Sabtu (23/2/2013), ke seluruh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara
(KPPS) yang akan ditempatkan di Kantor RW dengan pengamanan Linmas.
TERKAIT:
Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar Heri Suherman, Selasa (26/2), di Bandung, mengemukakan, C1 merupakan formulir hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) yang memuat di antaranya jumlah suara sah dan tidak sah, juga perolehan suara untuk lima pasangan calon. Akibat kendala itu, proses penghitungan riil pada Selasa pukul 14.00 stagnan, yaitu baru mencapai 76 persen dari 74.948 TPS.
”Saya pulang kantor sekitar pukul 17.30, posisi itu belum berubah. Problem lain, lalu lintas data yang masuk amat padat sehingga membuat akses sangat lambat,” ujar Heri.
Meskipun formulir C1 belum diunggah di tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, lanjut Heri, seharusnya di tingkat Panitia Pemungutan Suara atau Panitia Pemilihan Kecamatan dapat diperbarui. ”Kami mengupayakan setidaknya proses penghitungan riil mencapai 80 persen. Jumlah formulir C1 yang belum ter-update tidak banyak,” kata Heri.
Sekretaris tim pemenangan pasangan calon nomor urut 5, Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki (Paten), Abdy Yuhana, mengemukakan, penghitungan riil KPU Jabar yang tiba-tiba diputuskan tidak mencapai 100 persen amat mencurigakan.
Menurut Abdy, pihaknya menduga ada sesuatu yang tidak beres soal proses penghitungan, hingga KPU provinsi tidak berani melanjutkan hingga 100 persen. ”Sebab, dari data yang kami peroleh dari kabupaten/kota, perolehan suara setiap calon tidak mencapai 30 persen. Bahkan, kami optimistis Paten dapat unggul dari pasangan calon lain. KPU provinsi harus menjunjung fairness, jangan ada manipulasi,” katanya.
Kasus Bank BJB
Kemarin, manajemen Bank Jabar Banten (BJB) melakukan klarifikasi soal dugaan kredit macet sebesar Rp 38,7 miliar kepada Koperasi Bina Usaha (KBU) di Sukabumi. Katanya, pengucuran kredit itu sudah sesuai analisis sebelumnya. ”Menyikapi pelaporan Budget Advocacy Group (BAG) ke Komisi Pemberantasan Korupsi, 18 Februari, kami menyiapkan berkas yang diminta bila nanti dimintai keterangan,” tutur Pemimpin Divisi Mikro BJB Beny Riswandi. Dia didampingi Pemimpin Divisi Corporate Secretary BJB Sofi Suryasnia dan Pemimpin Divisi Audit Internal BJB Toto Susanto.
BAG menuding pengucuran kredit ke koperasi itu tidak memenuhi persyaratan pokok administrasi permohonan kredit. Salah satunya dari laporan pengawasan Bank Indonesia yang menyebut ada penggelembungan gaji karyawan demi meloloskan pengajuan kredit dari KBU. Gubernur Jabar Ahmad Heryawan disebut-sebut terlibat dalam kasus itu. (Tempo, 25/2-3/3)
Laporan itu juga menyoroti pemberian kredit kepada PT Alpindo Mitra Baja yang membentuk KBU di Sukabumi sebesar Rp 123 miliar. ”Koperasi ini memiliki rekam jejak yang baik, bahkan pernah mendapatkan penghargaan sebagai koperasi simpan pinjam terbaik nomor dua di Indonesia,” papar Sofi.
Heryawan sendiri kemarin ada di Bogor untuk menghadiri acara kenegaraan. Dihubungi terpisah, Kepala Biro Humas, Umum, dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Jabar Rudy Gandakusumah memastikan Heryawan belum akan memberi tanggapan terkait kasus itu dalam waktu dekat.
Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, mengkhawatirkan beberapa dampak yang terjadi jika Heryawan benar-benar terseret dalam perkara ini atau bahkan kemudian ditetapkan jadi tersangka, lalu ditahan. Dampak pertama adalah perpecahan masyarakat antara kelompok pendukung dan penentang Heryawan, terlebih setelah pelaksanaan Pilkada Jabar.
”Masalah ini juga dikhawatirkan mengganggu konsolidasi pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten atau kota. Seharusnya provinsi bertugas mengawasi daerah,” ujarnya.
Dalam sebuah kampanye, istri Heryawan, Netty Heryawan, yang juga gencar mendukung kiprah suaminya, pernah menjanjikan akan menyediakan peti mati bagi suaminya seandainya dia terbukti korupsi.
Publik masih ingat, ungkapan bernada serupa dilontarkan Anas Urbaningrum saat ia dikaitkan dengan kasus Hambalang. Anas mengaku siap digantung di Monas. Sesepuh masyarakat Sunda, Tjetje Hidayat Padmadinata, mengingatkan, persoalan korupsi dan dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai gubernur adalah ranah hukum. ”Maka hal itu juga harus diselesaikan di ranah hukum, bukan secara politis,” ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar