Kumbakarna
merupakan salah satu tokoh terpenting dalam cerita mashur Ramayana
karya Rsi Walmiki dari India. Tokoh ini merupakan tokoh yang unik. Ia
hidup dalam lingkungan bergelimangan harta benda, namun ia sendiri tidak
merasakan semua kemewahan tersebut. Separuh dari waktunya dihabiskan
untuk menyepi (dalam cerita disimbolkan dengan tidur panjang). Tokoh ini
juga merupakan tokoh simbol kesaktian, kegagahan, kejujuran, dan
keberanian. Ia hidup dengan memegang prinsip kuat tidak terpengaruh oleh
lingkungan sekitar yang hidup penuh dengan angkara murka, koruptif,
ketidakadilan dan kesewenang-wenangan rezim yang dipimpin oleh Kakaknya
sendiri Nalendra Prabu Rahwana.
Proses Kelahiran, Ciri Fisik dan Kepribadian
Kumbakarna
nama lengkapnya adalah Arya Kumbakarna. Dalam tradisi cerita wayang
golek (Sunda) biasa disebut Raden Arya Kumbakarna atau sering disebut
Arya Lemburgangsa.
Kumbakarna merupakan putra kedua dari pasangan Rsi Wisrawa dan Dewi
Sukesi. Ia mempunyai kakak bernama Rahwana (di kemudian hari menjadi
Raja Alengka) dan adik perempuan bernama raksasi Sarpakenaka. Ketiga
kakak beradik denawa
– raksasa ini adalah buah cinta terlarang dari orang tua mereka.
Wisrawa berasal dari Kerajaan Lokapala dan telah menyerahkan tahta
kerajaan kepada anaknya, Prabu Danaraja. Beliau sendiri lebih memilih
untuk menyepi dan mendalami ilmu religi sebagai seorang rsi.
Demi
meluluskan keinginan anaknya untuk mempersunting Dewi Sukesi, maka
beliau pergi dan mengikuti sayembara untuk memperoleh istri bagi anak
kesayangannya tersebut. Wisrawa mampu memenangkan satembara, namun
ternyata Dewi Sukesi, Sang Putri tercantik dari Kerajaan Alengka
mempunyai syarat lain, yaitu calon suaminya haruslah seorang ahli sastra
yang dapat menjabarkan isi sitab sakti Sastrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu kepadanya[2].
Wisrawa menyanggupi keinginan sukesi. Pada suatu saat ketika mereka
begitu seriusnya mempelajari kitab sakti, hingga mereka tidak sadar
telah membangkitkan supiyah – nafsu berahi dalam diri mereka yang menutup kesadaran dan akhirnya mendorong mereka melakukan sebuah aib besar.
Nasi sudah menjadi bubur, Dewi Sukesi akhirnya mengandung dan melahirkan segumpal darah bercampur dengan sebentuk telinga dan kuku dari rahimnya. Segumpal darah itu menjadi raksasa bernama Rahwana yang melambangkan nafsu angkara manusia. Telinga menjadi raksasa setinggi gunung yang bernama Kumbakarna, ia melambangkan penyesalan ayah ibunya. Sedangkan kuku menjadi raksasa wanita yang bertindak semaunya bernama Sarpakenaka. Rsi Wisrawa dan Dewi Sukesi juga mempunyai seorang putera lagi bernama Gunawan Wibisana. Anak terakhir ini berwujud manusia sempurna dengan wajah yang tampan, karena terlahir dari cinta sejati dan jauh dari hawa nafsu kedua orang tuanya[3].
Nasi sudah menjadi bubur, Dewi Sukesi akhirnya mengandung dan melahirkan segumpal darah bercampur dengan sebentuk telinga dan kuku dari rahimnya. Segumpal darah itu menjadi raksasa bernama Rahwana yang melambangkan nafsu angkara manusia. Telinga menjadi raksasa setinggi gunung yang bernama Kumbakarna, ia melambangkan penyesalan ayah ibunya. Sedangkan kuku menjadi raksasa wanita yang bertindak semaunya bernama Sarpakenaka. Rsi Wisrawa dan Dewi Sukesi juga mempunyai seorang putera lagi bernama Gunawan Wibisana. Anak terakhir ini berwujud manusia sempurna dengan wajah yang tampan, karena terlahir dari cinta sejati dan jauh dari hawa nafsu kedua orang tuanya[3].
Dalam cerita Ramayana dijelaskan bahwa nama Kumbakarna berasal dari dua kata, kumbha yang berarti kendi dan karna yang berarti telinga. Dalam bahasa Sanksekerta Kumbhakarna diartikan sebagai manusia yang bertelinga besar mirip kendi[4].
Kumbakarna memiliki kelebihan fisik sebagai raksasa setinggi gunung
dan paling besar. Bentuk dan tampilan muka sangat mengerikan.
Kesaktiannya tidak diagukan, bahkan digambarkan dapat menghancurkan
ribuan manusia dalam satu hentakan tangannya.
Kumbakarna
dikisahkan Ramayana memiliki kepribadian baik, jujur, pemberani bahkan
sering menasihati dan mengkritik Rahwana, sang Raja Alengka (kakak
kandungnya sendiri) yang menjalankan pemerintahan negara dengan
sewenang-wenang. Anak-anak Kumbakarna (Kumba Aswani dan Aswani Kumba)
bahkan dipenjara oleh Rahwana karena sering mengkeritik dan menjadi
oposan, karena kesewenang-wenangannya. Kumba Aswani dan Aswani Kumba
pada akhirnya meninggal oleh Hanuman dalam pertarungan sengit yang
membuat Hanuman terluka parah.
Jiwa Pemberani dan Patriotik
Dalam cerita wayang golek[5]
Kumbakarna, Raksasa mahasakti dan ditakuti kawan- lawan, termasuk oleh
kakaknya sendiri, Rahwana. Ia dengan tanpa pamrih maju ke medan perang
melawan Batara Rama. Perang tersebut dilatarbelakangi oleh
kewenang-wenangan Raja Alengka Dasamuka yang menculik istri Batara Rama,
pewaris Tahta Ayodya. Peperangan pun terjadi yang banyak menewaskan wadia balad tamtama dari kedua belah pihak.
Dalam
pertempuran pertama yang dahsyat para perwira tinggi Alengka banyak
yang gugur, termasuk Mahapatih Prahasta, paman Rahwana, adik mereka
Sarpakenaka juga gugur. Sedangkan Gunawan Wibiksana (Adik terkecil
mereka) membelot ke pasukan Batara Rama). Dalam suatu kisah, ketika
Rahwana kebingungan dan sedang berbincang dengan senopati sekaligus
telik sandi negara, Sayungsrana yang dikejutkan oleh Raden Indrajit
(putra Rahwana) yang berlari-lari ketakutan. Usut punya usut ternyata
Raden Indrajit dikejar-kejar oleh pamannya Raden Arya Kumbakarna. Raden
Indrajit kemudian disuruh ayahnya bersembunyi. Kumbakarna yang sedang
amarah bertanya kepada kakaknya tentang keberadaan Indrajit. Dengan
santai Rahwana mampu menenangkan Kumbakarna yang dicabut bulu betisnya
oleh Indrajit.
Sampai
kemudian terjadi dialog antara kedua kakak beradik ini. Terjadi konflik
yang hampir membuat mereka berkelahi. Namun Rahwana sadar dan mengalah.
Akhirnya Rahwana membujuk Arya Kumbakarna mau berperang membela negara,
walaupun bukan atas dasar membela Rahwana. Akhirnya Kumbakarna mau
terjun ke medan jurit memimpin penyerangan pasukan raksasa ke
perkemahan Batara Rama dengan niat membela negara dan bangsa Alengka
yang diserang oleh pasukan Rama dan dirusak oleh kakaknya sendiri. Dia
berniat membela lemah cai, bukan membela kemurkaan kakaknya yang sewenang-wenang.
Kematian Sang Patriotik
Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara
pimpinan Prabu Sugriwa dan banyak melukai petinggi pilihan yang sakti
seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah
saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya,
Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama
memotong kedua kaki Kumbakarna dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki,
Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara.
Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia
tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan
panahnya yang terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari
badannya dan membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka
Dalam
versi lain semisal cerita Wayang Golek Asep Sunandar, dalam lakon
Kumbakarna Gugur, diceritakan Kumbakarna gugur oleh panah sakti
Laksmana, adik Batara Rama. Lewat proses kematian yang
mengerikan—tanggal satu persatu anggota tubuhnya—Kumbakarna semakin
berbahaya dan mengamuk dengan niat membela negara dan menghancurkan
kemurkaan kakaknya. Ia merasa semua penderitaan yang ia alami, bukan
oleh laksmana, ataupun Batara Rama namun oleh kesewenang-wenangan Raja
Dasamuka, kakaknya. Kumbakarna akhirnya gugur dengan memberikan bekas
hancurnya ribuan pasukan wanara dan luka parah para petingginya
seperti Sugriwa, Hanuman, dan Anggada. Diiringi isak tangis Gunawan
Wibiksana dan penghormatan Batara Rama atas jiwa patriotik tokoh ini.
Tokoh ini memberi pelajaran berharga, baik bagi lawan maupun kawan.
Pelajaran Berharga
Tokoh
Kumbakarna memang tokoh ciptaan dalam sebuah cerita mashur, Ramayana.
Namun sifat yang dilambangkan dalam pribadi tokoh ini merupakan mutiara
yang perlu ditiru oleh kita, termasuk para politisi kita saat ini.
Pelajaran-pelajaran tersebut diantaranya : pertama, kelebihan
tidak menjadikannya sombong, pongah dan bermegah-megahan. Kita tahu
bahwa sebagai adik tertua dari Raja mashur dan disegani, tentunya semua
keinginan apapun akan terpenuhi. Namun tokoh ini justru hidup sederhana
dan tinggal menyepi di luar keraton.
Kedua,
selalu mengkeritik dan menyerang raja, jikalau menurutnya salah dan
sewenang-wenang. Walaupun pejabat tersebut masih kakak kandungnya
sendiri. Bagi tokoh ini tidak ada tempat baginya untuk melakukan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Ketiga, tidak lari dari
perjuangan ketika negara dalam bahaya. Keempat, tidak terpengaruh oleh
kesewenang-wenangan dan kondisi lingkungan yang timpang. Tokoh ini rela
di cap oposan oleh kakaknya sendiri. Bayangkan jika para politisi kita
saat ini bermental seperti Kumbakarna ini, maka negara Indonesia akan
makmur. Semoga saja.
0 komentar:
Posting Komentar